Sabtu, 28 Februari 2009

EMOTIONAL QUETION DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mandiri
Matakuliah : Pengantar Ilmu Pendidikan
Dosen Pengampu : Dra. Hj. Afiyah AS, M.Si








Disusun Oleh :
Nama : Agung Prayoga
NIM : 06410092-05
Kelas : PAI 3






JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2008

PENDAHULUAN


Pendidikan Islam adalah pengembangan pikiran manusia dan penataan tingkahlaku serta emosi yang berdasar pada agama Islam, dengan maksud mewujudkan ajaran Islam di dalam kehidupan individu dan masyarakat yakni dalam seluruh lapangan masyarakat.
Betdasarkan pengertian di atas, pendidikan Islam merupakan proses pemindahan ajaran Islam kepada anak didik yang meliputi aqidah yaitu keyakinan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, sedangkan syari’ah yaitu kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesama manusia ataupun dengan makhluk lainnya. Sedangkan akhlaq yaitu perilaku muslim. Dengan memberi ajaran Islam tersebut diharapkan dapat mengembangkan pikirannya dan membentuk kepribadiannya yang lebih baik agar terwujud pada sikap dan pengalamannya dalam kehidupan keseharian.
Kebutuhan kecerdasan emosional barangkali patut kita renungkan karena banyak sekali berta yang melaporkan tentang hilangnya sopan santun dan rasa aman. Hal ini menyiratkan adanya emosi-emosi yang tak terkendali dalam kehidupan kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Orang menjadi gampang tersinggung, marah dan bertindak brutal.
Selama dasawarsa terakhir ini jumlah pembunuhan kaum remaja telah meningkat menjadi empat kali lipat. Jumlah bunuh diri meningkat tiga kali lipat, sedangkan pemerkosaan telah berlipat dua kali. Anak-anak jaman sekarang lebih gampang untuk marah, resah, murung, dan menurutkan dorongan kata hati. Dorongan kata hati merupakan perantara emosi. Sedangkan emosi adalah setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, dan nafsu ataupun setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap dan memiliki kecendrungan untuk bertindak. Emosi ini jumlahnya banyak, ada ratusan emosi bersama dengan campuran, variasi, mutasi, dan nuansanya. Yang utama dari emosi adalah; marah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu.
Kecerdasan emosi sebenarnya bisa memberi manfaat dan mudharat bagi manusia, seperti dapat menunjukan keberadaan manusia dalam masalah-masalah kemanusiaan dan membantu manusia ketika menghadapi saat-saat dan tugas yang terlalu berbahaya bila hanya diserahkan ke otak pada saat itu ketika ia berhenti sejenak untuk berfikir mancari solusi maka nyawalah taruhannya.
Namun demikian, kecendrungan emosi untuk bertindak tersebut sering keliru dan berakibat fatal. Hal ini dikarenakan respon dari otak emosi lebih cepat dari pada otak rasional, tetapi ceroboh. Kecendrungan emosi, begitu ada stimulus maka langsung mengambil tindakan tanpa memperhitungkan dan menganalisis terhadap apa sebenarnya yang terjadi dan apa yang dilakukan. Oleh karena itu kecendrungan kecendrungan emosi untuk bertindak harus dikendalikan.
Kendali diri sebagai dasar pokok dari kecerdasan diri, yakni mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi yang kemudian diikuti dengan proses pengelolaan emosi melalui usaha menghibur diri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungn yang pada akhirnya menghasilkan motivasi diri dan penguasaan terhadap diri sendiri sehingga tingkah lakunya dapat terkendali. Disamping itu ada empati, yaitu kemampuan membaca emosi orang lain tergantung pada kesadaran diri emosional, sebab orang yang mampu memahami perasaan sendiri akan mampu memahami perasaan orang lain. Dari sifat empati tersebut dapat terpupuk sifat altruisme, yaitu memberi kasih sayang dan cinta terhadap sesama. Dan dapat memelihara hubungan.
Kecerdasan emosi untuk keadaan sekarang menjadi sangat penting untuk dimiliki mengingat telah muncul tekanan moral yang mendesak, yaitu saat-saat jalinan masyarakat mulai terurai semakin cepat ketika sifat mementingkan diri sendiri, kekerasan dan sifat jahat tampaknya telah mengikis sisi-sisi baik kehidupan masyarakat. Dari sinilah muncul alasan untuk mendukung perlunya kecerdasan emosional yang bertumpu pada hubungan antara perasaan, watak dan naluru moral. Kecerdasan emosi merupakan sikap moral yang terbentuk melalui proses pengalaman sepanjang hidup dan bisa mengakar atau menjadi watak pada pribadi seseorang[1].




PEMBAHASAN

1. Pengertian Kecerdasan Emosi (EQ)
Menurut English and English, emosi adalah “A comlex feeling state accompained by characteristic motor and glandular activies”(suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan belajar dan motoris). Sedangkan Surlito Wirawan Sarwono berpendapat bahwa emosi merupakan “setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam).
Dalam pengertian di atas, dikemukakan bahwa emosi itu merupakan warna efektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Yang dimaksud warna efektir ini adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu. Contohnya, gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci (tidak senang), dan sebagainya. Contoh pengaruh emosi terhadap perilaku yaitu a) memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang yang telah dicapai. b) melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari kegagalan ini ialah timbulah rasa putus asa (frustasi). c) menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam bicara. d) terganggu penyesuaian sosial, apbila terjadi rasa cemburu dan iri hati. e) suasana emosional yang diterima dan dialami individu selama kecilnya akan mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.[2] Pada dasarnya, semua emosi adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalan yang telah ditanamkan secara berangsur-berangsur.
Banyak contoh di sekitar kita bahwa orang yang memiliki kecerdasan otak saja, memiliki gelar tinggi, belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Sering kali yang berpendidikan formal lebih rendah, banyak yang ternyata lebih berhasil. Kebanyakan program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan akal (IQ), pada hal diperlukan pula bagaimana mengembangkan kecerdasan emosi seperti ketangguhan, optimisme, inisiatif, kemampuan beradaptasi. Saat ini begitu banyak orang berpendidikan yang tampak begitu menjanjikan, mengalami kemandegan dalam kariernya. Lebih buruk lagi, mereka tersingkir akibat rendahnya kecerdasan emosi[3].
2. Ciri-Ciri Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi memiliki 5 ciri pokok yaitu
a. kendali diri
kendali diri adalah pengendalian tindakan emosional yang berlebihan. Tujuannya adalah keseimbangan emosi, bukan menekannya, karena setiap perasaan mempunyai nilai dan makna tertentu bagi kehidupan manusia.
b. empati
empati adalah memahami perasaan dan masalah orang lain, berpikir dengan sudut pandang orang lain dan menghargai perbedaan perasaan orang mengenai berbagai hal.
c. Pengaturan diri
Pengaturan diri adalah menangani emosi kita sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu pulh kembali dari tekanan emosi.
d. Motivasi
Motivasi adalah menggunakan hasrat kita yang peling dalam untuk menggerakan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, serta untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.
e. Keterampilan sosial
Keterampilan sosial adalah menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah serta menyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.
3. Manfaat kecerdasan emosi
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa pada dasarnya emosi mempunyai kemanfaatan bagi keberlangsungan hidup manusia. Dengan emosi meka manusia bisa merasakan hal-hal yang bersifat manusiawi. Tanpa emosi hidup menjadi hampa tak berarti karena manusia tida akan bisa merasakan lapangnya kebahagiaan dan sempitnya desedihan. Kemanfaatan emosi tersebut bisa diperoleh apabila terunkap secara wajar, namun apabila emosi terungkap secara berlebihan dan tak terkendali maka bukan kemanfaatan yang diperoleh, tapi kerugian yang membahayakan.
Barangkali emosi manusia akan bisa bergerak secara wajar apabila didukung oleh keadaan yang kondusif. Yakni keadaan yang aman terteram dan penuh pengertian serta pemicu-pemicu munculnya emosi juga masih dalam kewajaran. Namun apabila keadaan di atas tak terpenuhidan pemicu-pemicu emosi pun sangat kuat menggoda maka emosi akan dengan mudah terpancing menjadi tak terkendali yang bisa diwujudkan lewat tindakan brutal, kejam dan tak berperasaan. Dorongan hati pun cenderung diperturutkan untuk dipenuhi, seperti doronan seksual. Perilaku yang tak terkendali tersebut dapat meruntuhkan tatanan masyarakat. Pada keadaan seperti ini, manfaaar kecerdassan emosi dapat dirasakan. Pada zaman sekarang halini dapat dibuktikan dengan adanya jalinan masyarakat yang rapuh. Sifat individualistis dan materialistis menjadi budaya dari masyarakat. Mereka lebih mementingkan diri sendiri. Persaingan hidup semakin keras, ketat dan sulit, menjadikan tindakan kekerasan kerapkali terjadi dan maraknya budaya pounografi semakain memicu dorongan seksual untuk diperturutkan. Keadaan tersebut turut mengikis sisi-sisi baik kehidupan masyarakat. Dengan demikian kecerdasan emosi menjadi sangat bermanfaat bagi kedaan sekarang.
Orang yang memiliki kecerdasan emosi memiliki kemampuan untuk melepaskan diri dari suasana hati yang tidak mengenakkan seperti marah, khawatir dan kesedihan. Halini akan membuat seseorang menjadi terkendali dan dengan terkendalinya emosi sama erkendalinya dorongan. Dengan demikian korang yang cerdas emosinya akan dapat menjalani kehidupan dengan tenteram, bahagia dan wajar, katena dia dapat mengenali dan mengelola emosi diri sehingga peilakunya dapat terkendali dan emosinya memberikan makna yang lebih baik.
Orang memiliki kecerdasan emosi akan lebih memiliki harapan yang lebih tinggi karena ia tidak terjebak di dalam kecemasan dan depresi. Dengan harapan yang tinggi tersebut ia akan mampu memotivasi diri, mencari berbagai alternatif jalan dalam mencapai tujuan, menumbuhkan kepercayaan diri, bersikap luwes dan fleksibel serta memiliki keberanian untuk memecahkan masalah.
Dengan kecerdasan emosi orang akan memiliki sikap optimisme yang merupakan sikap pendukung bagi seseorang agar tidak terjatuh dalam keputusasaan bila bila menghadapi kesulitan dan kegagalan karena di melihat kesulitan sebagai sesuatu yang dapat diselesaikan dan melihat kegagalan adalah sesuatu yang dapat diperbaiki, sehingga ia menyikapinya dengan respon yang aktif dan tidak putus harapan, merencanakan suatu kegiatan dan mendayagunakan kemampuan yang dimiliki untuk mengatasi kesulitan dan bangkit dari kegagalan atau mencari pertolongan.
Puncak kecerdasan emosi adalah flow, yakni keadaan ketika seseorang sepenuhnnya tersetap ke dalam apa yang sedang dikerjakan, perhatiannya harus terfokus ke pekerjaan , kesadaran menyat pada tindakan. Dalam flow, emosi tidak hanya ditampung dan disalurkan, tetapi juga sebagai pendukung, pemberi tenaga dan selaras dengan tugas yang dihadapi. Flow merupakan keadaan yang bebas darigangguan emosional, perasaan penuh motivasi dan jauh dari paksaan. Flow ini dapat dicapai dengan sengaja memusatkan perhatian sepenuhnya pada tugas yang dihadapi, konsentrasi, perhatian ringan namun sangat terpusat,. Keadaan ini membuat kerja keras bisa tamppak menyegarkan dan menguatkan semangat, bukannya malah melelahkan.
Orang yang mampu mengenali emosi diri dan mengelolanya akan dapat mengendalikan diri. Hal ini tentunya dapat memberikan manfaat bagi diri dan lingkunannya. Kecerdasan emosi akan melahirkan sikap empati, yakni kemampuan untk merassakan apa yang dirasakan orang lain, maka ia akan mengontrol sikap dan perilakunya terhadap orang lain. Dan kemampuan berempati ini akan melahirkan sikap altruisme, yakni memberikan rasa kasih sanyang kepada sesama. Dia menyayangi. Di dalam menjalankan pergaulan hidup dengan orang lain, tidak menuntut orang lain untuk berbuat baik bagi dia, akan tetapi dia sendiri langsung memulai berbuat baik kepada siapapun. Intinya orang yang cerdas secara emosi sangat termotivasi untuk mendukung bertaburannya etika moral yang baik dalam kehidupan.
Melihat begitu bermanfaatnya kecerdasan emosi bagi kehidupan manusia, maka sudah sepatutnya kecerdasan emosi ini dimiliki oleh setiap orang yang menjalani kehidupan di zaman yang penuh godaan ini dengan teap terkendali dan bahagia. Sementara bagi orang tua yang menginginkan anaknya bisa bebas oleh tekanan zaman, maka salah satu solusi alternatifnya adalah dengan mengajarkan anak-anak mereka tentanga kecerdasan emosi. Semakin dini pelajaran kecerdasan emosi diberikan maka hasilnya akan semakin efektif. Dalam penelitian longitudinal terhadap sejumlah anak, Waldrop dan Halverson melapoukan bahwa anak seusia 2,5 tahun bersikap rama dan aktif secara sosial akan terus bersikap seperti itu sampai usia 7,5 tahun.
Dari hasil studi yang dilakikan oleh ahli psikologi Walter Mischel diketahui bahwa anak-anak yang pada umur 4 tahun memiliki kempuan untuk menahan godaan maka pada usia remajanya secara sosial akan lebih cakap. Pribadi tegas dan efektif, tanan ternadap kesulitan dan percaya diri. Penundaan pemuasan merupakan intu pengaturan diri emosional.
Perkembangan anak sifatnya berkesinambungan. Apa yang terjadi pada satu tahap awal akan mempengaruhi tahap berikutnya. Keadaan sikap sehat atau tidak sehat berhubungan dengan orang lain selama tahun-tahun awal jarang hilang secara keseluruhan, sikap tersebut akan direfleksikan pada perkembangan usia berikutnya.
Di samping itu, hubungan anak dengan keluarga menjadi sikap terhadap orang, benda dan kehidupan secara umum. Anak belajar menyesuaikan pada kehidupan, atas dasar yang diletakkan ketika lingkungan untuk sebagian besar terbatas pada rumah dan landasan ini mempengaruhi pola sikap dan perilaku anak di kemudian hari. Keluarga menjdi lingkungan pertama anak dan orang tua adalah pihak yang penting selama tahun-tahun awal usia anak.
4. Kecerdasan Emosi dalam Pandangan Islam
Berkaitan dengan emosi, Islam memiliki konsep tersendiri yang bisa didapatkan di dalam sumber ajaran Islam yang utama dan pertama, Al ur’an telah dibicarakan tentang berbagai emosi yang dirasakan oleh manusia seperti: ketakutan, marah, cinta, kegembiraan, kebencian, cemburu, kesedihan dan malu.
Islam memandang emosi adala karunia Allah SWT yang diberikan kepada makhluk-makhluk-Nya termasuk manusia dengan segenap fungsi dan kegunaannya bagi keberlangsungan hidup makhluk. Bagi binatang emosi bisa digunakan sebagai pedoman dalam mempertahankan keberadaannya di semesta alam ini. Sementara emosi pada diri manusia memiliki berbagai faedah yang lebih banyak dibanding makhluk lain. Halini dikarenakan pada diri manusia-selain emosi-dikaruniani juga akal untuk berpikir, di dalam ilmu saraf disebut dengan neokorteks. Dengan neokorteks manusia tidak sekedar merasa tetapi juga dapat memahami dan merasakan perasaan itu sendiri. Dengan kemampuan ini manusia dapat mengelila emosi agar tetap terkendali vahkan bissa menjadi energi pendorong untk dapat mencapai kebermaknaan hidup. Hal ini terwujud melalui kecakapan emosi yang terdiri dari kesdaran diri, pengaturan diri dan motivasi. Hal yang lain adalah kecakapan sosial yang melahirkan cinta dan kasih sayang terhadap sesama. Melalui neokorteks juga maka emosi manusia bisa mengembangkan sifat-sifat kemanusiawaian yang sangat bermanfaaat di dalam menjalin interadsi sosial di kehidupan sehari-hari.


















KESIMPULAN

Dari pembahasan yang berkenaan dengan Konsep Kecerdasan Emosi dalam Pendidikan Islam ini dapat disimpulkan yaitu:
1. Kecerdasan emosionalnya yang ciri pokoknya adalah Kecakapan Pribadi dan Kecakapan Sosial, dalam konsep islam memiliki kesamaan dengan beberapa indikator dari ketakwaan yaitu sabar dan sikap kasih sayang (ber-akhlakul karimah), di mana kedua sikap tersebut merupakan sikap terpuji bahkan diwajibkan dalam pandangan Islam. Namun ada perbedaan dalam tujuan kecerdasan emosional yang berasal dari konsep barat aitu berorientasi pada pamri keberadaan atau materi dan terbatas di dalalm hubungan antar sesama manusia. Kebaikan yang dilakukan oleh orang yang cerdas secara emosi di dalam pergaulan sosial masih ada pamrih agar orang lain berbuat baik kepadanya dan berorientasi kepada keuntungan materi saja. Sedangkan dalalm konsep Islam kecerdasan emosional yang mempunyai kesamaan dengan ketakwaan dan akhlakul karimah berdimensi dunia akhirat, mengarah ke vertikal dan goriqontal yaitu hubungan manusia gengan Tuhannya dan manusia dengan sesama makhluk tuhan (hablum minallah wa hablum minanas) dengan tujuan karena Allah.
2. pendidikan Islam dengan tujuan yang luhur, yaitu membentuk pribadi Muslim yang bertakwa melalui penanaman ajaran pokok, yaitu keimanan, ibadah dan akhlak dengan metode yang disesuaikan dengan perkembangan anak didik. Orang tua sebagai pihak yang paling strategis dan efektif serta yang paling bertanggungjawab dalaml mendidik kepribadian anak yang sedang mengalami masa kanak-kanak awal dalam menumbuhkan kecerdasan emodinya.






DAFTAR PUSTAKA

1. Musthofa, yasin, 2007, EQ Untuk Usia Dini Dalam Pendidikan, Cetakan ke-1, Yogyakarta: SKETSA.
2. Agustian, Ary Ginanjar, 2006, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Dan Spiritual ESQ The ESQ Way 165.
3. Yusuf, Dr. H. Syamsu LH., M.Pd, 2004, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, cetakan ke-5, Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA.



[1] Musthofa, yasin, 2007, EQ Untuk Usia Dini Dalam Pendidikan, Cetakan ke-1, Yogyakarta: SKETSA, hal : 10-14
[2] Yusuf, Dr. H. Syamsu LH., M.Pd, 2004, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, cetakan ke-5, Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA. hal : 15
[3] Agustian, Ary Ginanjar, 2006, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Dan Spiritual ESQ The ESQ Way 165. hal: 14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar